Rabu, 24 Februari 2010

CODEX CODE



Bagi seorang individu, membuat sebuah buku diapahami secara umum sebagai kerja produksi yang istimewa dan eksklusif sehingga membutuhkan waktu yang panjang, kekuatan ekonomi dan dipengaruhi oleh strata sosial yang berbelit-belit. Manuskrip yang paling akrab dikenal dan ditulis oleh manusia sejak usia belia adalah buku diary. Karena sifatnya yang sangat pribadi dan sensitif, buku diary bisa dibilang jarang dipublikasikan. Namun, buku diary memiliki nilai historis yang tinggi di saat si empunya telah meninggalkan dunia fana.

Salah satu metode produksi buku yang melawan sekat-sekat strata sosial dan ekonomi adalah munculnya apa yang dikenal dengan istilah Zine. Zine yang pada awalnya dipelopori oleh komunitas penggemar film-film fiksi ilmiah di tahun 1960-an dan kemudian populer di kalangan punk di era 1970-an yang juga dipacu oleh budaya ‘do-it-yourself’-nya telah dengan sukses menepis anggapan bahwa membuat buku itu sulit, harus sesuai dengan norma-norma sosial dan aturan baku jurnalistik dan hanya patut diproduksi oleh seorang figur publik. Di saat yang sama, gerakan seniman-seniman fluksus dan dadaisme mulai menggunakan buku sebagai medium berkesenian.

Teknologi informasi dan grafika yang kian maju pesat saat ini tentunya memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam memproduksi sebuah buku. Piranti lunak dan format data PDF yang dikembangkan oleh Adobe, weblog dan mesin cetak ‘on-demand’ beserta teknik penjilidan yang bisa dipesan dalam jumlah satuan telah memungkinkan siapapun untuk memproduksi sendiri sebuah buku dengan mudah dan murah.

Proyek pameran buku ini mengundang beberapa perupa, desainer, penulis, peneliti, penggemar musik, kurator seni hingga blogger untuk membuat sebuah buku. Buku disini dipahami sebagai medium ekspresi seni seperti halnya video, puisi atau lukisan. Buku ini bisa berupa naskah/manuskrip yang hanya memiliki 1 edisi atau diproduksi dalam jumlah banyak. Format buku bisa berupa fisik atau digital (PDF, weblog, multimedia interaktif). Hal ini tergantung dari konsep penciptaan.

Pameran ini nantinya diharapkan dapat memberikan sebuah tawaran media yang dapat dieksplorasi lebih jauh. Sebagai sebuah ruang yang selalu bergerilya dengan ide-ide alternatif, KKF melihat buku seni. manuskrip, serta codex, adalah sebuah bahasa terlupa yang patut mendapat tempatnya kembali.

Seniman:
Wok The Rock
Uji Handoko
Ican Harem
Bambang Toko
Farah Wardhani
Wimo Ambala Bayang
Malaikat
Grace Samboh
Jim Allen Abel
Cahyo Basuki Yopi
Muhammad Akbar
Wiyoga Muhardanto
S.C.A.N.D.A.L.
Dewi Aditia
Oom Leo
Aprilia Apsari
DailyWhatNot
Irwan Ahmett
Henry Foundation
Ariela Kristantina

KEDAI KEBUN FORUM
Street:
Jl. Tirtodipuran No. 3
3 MARET - 27 MARET 2010